HERALDSULSEL, MAKASSAR – Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Polda Sulsel) mengamankan tiga orang terkait dugaan tindak pidana penyebaran berita bohong (hoaks) mengenai biaya pendidikan Akademi Kepolisian (Akpol) pada Selasa, 21 Januari 2025.
Ketiga tersangka masing-masing berinisial AIS (22), AF (28), dan TM (34). Mereka ditangkap oleh Subdirektorat V Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulsel.
Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Sulsel, AKBP Yerlin Tending Kate, mengungkapkan bahwa kasus ini bermula pada awal Januari 2025, saat AF dan TM, yang merupakan Direktur PT Digikreatif Teknologi Indonesia (DTI) atau ASN Institut, mengadakan pertemuan untuk membahas strategi promosi bimbingan belajar mereka.
Dalam pertemuan tersebut, AF menemukan iklan terkait penerimaan Akpol dan menyarankan pembuatan artikel mengenai biaya pendidikan Akpol sebagai bagian dari strategi pemasaran.
“Pada tanggal 15 Januari 2025, AF memberikan kata kunci ‘biaya pendidikan Akpol’ kepada AIS untuk dibuatkan artikel yang kemudian dipublikasikan di situs resmi ASN Institut,” jelas Yerlin.
Artikel berjudul “Nominal Biaya Pendidikan Akpol 2025 Yang Wajib Kamu Ketahui!” tersebut kemudian diunggah ulang oleh AIS pada 17 Januari 2025.
Setelah melakukan penyelidikan, polisi mengidentifikasi PT DTI atau ASN Institut sebagai pihak yang mengunggah artikel dengan narasi yang tidak benar tersebut.
“Polda Sulsel menindaklanjuti laporan ini dengan analisis dan pengumpulan bahan keterangan, yang mengungkap bahwa pelaku berada di wilayah Kota Makassar,” ungkap Yerlin.
Beberapa barang bukti juga disita dalam kasus ini, termasuk satu unit HP Oppo A12 warna biru navy, satu unit HP Itel S23 warna hitam, satu unit iPhone 13 mini, satu unit laptop Lenovo warna silver, serta screenshot artikel dengan kata kunci biaya Pendidikan Akpol.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 45A ayat (1) dan (2) jo Pasal 28 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Mereka terancam hukuman pidana penjara maksimal enam tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar. (Gun)