HERALDSULBAR.COM — Kebakaran besar yang melanda Los Angeles (LA), Amerika Serikat, telah menjadi peringatan serius bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Dengan kerusakan lebih dari 37.000 hektar lahan, 12.000 bangunan hancur, dan kerugian ekonomi yang mencapai 50-150 miliar dolar AS, bencana ini menunjukkan dampak destruktif dari kombinasi kekeringan ekstrem dan angin panas.
Menurut Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Indonesia memiliki faktor risiko yang mirip dengan yang terjadi di LA.
Ahli klimatologi dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin, menyebutkan bahwa fenomena angin panas seperti Santa Ana di LA juga terjadi di Indonesia dalam bentuk angin Bahorok, terutama di Sumatra dan beberapa wilayah lain.
“Jika kekeringan ekstrem bertemu dengan panas ekstrem yang dipicu oleh angin panas seperti Bahorok, risiko kebakaran besar bisa terjadi,” ujar Erma dalam sebuah diskusi.
Mitigasi dengan Teknologi: Kresna
Sebagai langkah antisipasi, BRIN telah mengembangkan alat deteksi kebakaran hutan dan lahan bernama Kresna. Aplikasi ini menggabungkan indeks kekeringan dan panas ekstrem untuk memprediksi risiko kebakaran hingga dua tahun ke depan.
“Kresna bisa memberikan informasi jangka menengah dan panjang tentang bulan-bulan dengan risiko kebakaran tinggi, sehingga pemerintah daerah dapat membuat kebijakan yang tepat,” jelas Erma.
Misalnya, Kresna dapat membantu menentukan waktu yang aman untuk aktivitas lahan dan mengingatkan daerah berisiko tinggi agar menghindari pembukaan lahan dengan cara pembakaran.
Pencegahan dan Edukasi Penting
BRIN menekankan pentingnya larangan pembakaran lahan sebagai langkah preventif utama. Pembakaran tidak hanya memicu kebakaran skala besar tetapi juga membahayakan kualitas udara, kesehatan masyarakat, dan keberlanjutan ekosistem.
Dengan alat deteksi seperti Kresna, pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat lebih siap menghadapi potensi kebakaran, mencegah bencana besar, dan menjaga kelestarian hutan Indonesia.