HERALDSULBAR, MAKASSAR – Angin laut yang menyusup ke sela-sela dedaunan di sepanjang jalan kota Makassar membawa aroma perjuangan yang tak kunjung padam. Di antara hiruk pikuk kota, tampak seorang wanita yang langkahnya mantap namun tergurat kelelahan. Wanny MN, seorang tenaga honorer yang telah lama mengabdi di Kabupaten Mamuju Tengah, datang dengan satu tujuan: mencari keadilan.

Dalam balutan sederhana, ia membawa segepok dokumen, bukti yang ia yakini bisa membongkar tabir ketidakadilan dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) di daerahnya. Sejak pagi, ia sudah berdiri di depan Kantor Regional IV Badan Kepegawaian Negara (BKN) Makassar. Wajahnya tegas, namun matanya menyiratkan kegetiran seorang pejuang yang tersisih oleh sistem.

“Saya sangat menyayangkan proses seleksi P3K di Kabupaten Mamuju Tengah,” ujarnya dengan suara bergetar, antara marah dan sedih. “Saya merasa ada indikasi kuat kecurangan. Saya sudah melaporkannya ke BKN Makassar dengan membawa bukti-bukti.”

Wanny bukanlah sosok yang baru muncul dalam dunia pemerintahan. Sejak tahun 2021, ia telah mengabdikan diri sebagai tenaga honorer, menjalankan tugas-tugas yang terkadang tak berujung dengan penghargaan setimpal. Namun, cintanya pada pekerjaan itu tak pernah surut. Ia percaya bahwa pengabdian adalah jalan menuju perubahan. Tapi kini, ia merasa pengabdian itu dipatahkan oleh ketidakadilan.

Dalam laporannya, Wanny mengungkapkan bahwa Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Mamuju Tengah telah meluluskan seorang peserta seleksi yang tak memenuhi persyaratan. Sosok itu, katanya, adalah seorang calon legislatif dan kader partai politik, sesuatu yang jelas-jelas dilarang oleh aturan seleksi P3K.

“Orang yang mendapat peringkat pertama dalam seleksi itu ternyata seorang Caleg tahun 2024 dan kader partai. Padahal, sesuai aturan seleksi P3K, poin ketujuh menyebutkan bahwa anggota atau pengurus partai politik tidak diperbolehkan mengikuti seleksi,” tuturnya dengan nada kecewa yang tajam.

Wanny tahu bahwa kebenaran sering kali tertutupi oleh kepentingan, tapi ia tak gentar. Di tangannya, ada data yang menunjukkan bahwa peserta tersebut bahkan tak terdaftar dalam database tenaga honorer atau non-ASN di Mamuju Tengah.

“Setahu saya, yang berhak mengikuti seleksi P3K adalah tenaga honorer kategori II (THK II) dan non-ASN yang telah lama mengabdi. Tapi peserta ini bahkan tidak tercatat pernah bekerja sebagai honorer di pemerintahan,” ujarnya penuh keyakinan.

Perjalanan Wanny ke Makassar bukanlah perjalanan biasa. Itu adalah simbol dari perlawanan seorang individu terhadap sistem yang dinilainya pincang. Didampingi oleh tim kuasa hukum, ia melangkah ke dalam kantor BKN dengan langkah tegap, membawa harapan bahwa keadilan akan berpihak padanya.

Di balik perjuangannya, ada kisah pengabdian yang tak terhitung. Tahun-tahun yang dihabiskan dengan gaji pas-pasan, dengan tugas yang terkadang tak mengenal waktu. Tapi baginya, itu adalah bentuk cinta kepada negeri.

“Saya merasa sangat dirugikan. Nilai saya seharusnya cukup untuk meluluskan saya. Posisi ini seharusnya diberikan kepada THK II yang benar-benar murni mengabdi,” tegasnya.

Di Mamuju Tengah, mungkin kabar ini akan bergulir bagai angin yang menyusuri pepohonan. Bisik-bisik tentang dugaan kecurangan akan berdesir dari satu telinga ke telinga lainnya. Tapi di tengah keraguan itu, ada satu suara yang lantang dan tak gentar: suara Wanny, yang menuntut keadilan dengan segala daya dan upaya.

Sampai berita ini dituliskan, pihak BKD Mamuju Tengah belum memberikan keterangan resmi. Tapi satu hal yang pasti, kisah perjuangan Wanny akan terus bergema, menjadi pengingat bahwa keadilan bukanlah sekadar kata-kata di atas kertas, melainkan sesuatu yang harus diperjuangkan, meski jalan yang ditempuh penuh liku dan duri. (gun)