HERALDSULBAR, MAMUJU – Langit organisasi olahraga Indonesia mendung. Ketegangan mencuat setelah Ketua Umum KONI Pusat, Letjen TNI (Purn.) Marciano Norman, memutuskan mencabut rekomendasi pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) Persatuan Sepak Takraw Indonesia (PSTI), yang sebelumnya dijadwalkan berlangsung pada 26-28 Desember 2024 di ISTC Sukabumi. Keputusan ini menggema usai audiensi dengan perwakilan Pengurus Provinsi (Pengprov) PSTI dari seluruh Indonesia.
Alasan pencabutan tersebut berakar pada mekanisme organisasi yang dinilai tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PSTI. Marciano menegaskan, “Persiapan Munas tidak melibatkan seluruh Pengprov PSTI yang memiliki hak suara, seperti dalam pembentukan perangkat munas—TPP, SC/OC, dan tata tertib. Ini tidak selaras dengan mekanisme yang berlaku.”
Selain itu, pemilihan waktu Munas dinilai kurang sensitif. Tanggal 26-28 Desember yang bertepatan dengan libur Natal dan Tahun Baru dianggap tidak menghormati masyarakat yang merayakan momen sakral tersebut. Banyak Pengprov PSTI menyatakan keberatan, mengingat sulitnya menghadiri acara di tengah periode libur panjang.
Namun, di balik upaya penundaan ini, polemik tak surut. Ketua Umum PB PSTI bersikeras mempertahankan jadwal Munas dengan dalih tiket perjalanan ke Jakarta telah dibeli oleh peserta. Namun, klaim ini terbantahkan setelah salah satu penggagas audiensi dengan KONI Pusat mengungkapkan bahwa belum ada Pengprov yang membeli tiket.
Ketegangan meningkat, terutama terkait kredibilitas KONI Pusat yang menjadi sorotan. Beberapa pihak menilai bahwa jika rekomendasi Munas diterbitkan kembali, itu akan melemahkan posisi KONI sebagai pengawal mekanisme organisasi olahraga di Indonesia. “Kami berharap Ketua Umum KONI Pusat tetap pada keputusan mencabut rekomendasi Munas PSTI ini. Jika PB PSTI memaksakan Munas, maka perwakilan KONI seharusnya tidak hadir dalam acara yang sudah tidak sah,” ungkap salah satu pengurus provinsi yang enggan disebutkan namanya.
Kini, semua mata tertuju pada KONI Pusat. Apakah kredibilitas organisasi olahraga tertinggi di Indonesia ini akan bertahan di tengah badai polemik? Ataukah Munas PSTI akan tetap digelar dengan segala kontroversinya? Jawabannya ada pada keteguhan Marciano Norman dalam menjaga integritas dan aturan. Di tengah gejolak ini, olahraga takraw, yang seharusnya menyatukan, justru menjadi ajang tarik-menarik kepentingan. (*)