HERALDSULBAR.COM, MATENG – Rabu, 4 Desember 2024, di bawah langit mendung Topoyo, ratusan massa dari Aliansi Masyarakat Perubahan Mamuju Tengah memenuhi jalan-jalan menuju kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Dengan spanduk dan poster yang mencuatkan seruan keadilan, mereka memprotes dugaan pelanggaran Pilkada 27 November 2024 yang diklaim mencederai demokrasi.
Sekitar pukul 12.30 WITA, massa bergerak ke kantor KPUD Mamuju Tengah. Di sana, suara lantang Andi Rahmat Massora, pemimpin orasi, menembus deru kendaraan yang melintas. Ia menuding KPUD Mamuju Tengah tidak netral, sebuah klaim yang mengawali tuduhan panjang terkait pelanggaran dalam pemilu.
“KPUD harus bertanggung jawab atas carut-marutnya pelaksanaan Pilkada ini! Kami datang untuk menuntut keadilan,” seru Andi Rahmat di tengah riuh dukungan massa.
Setelah serangkaian orasi, massa melanjutkan langkah ke kantor Bawaslu, membawa serta daftar panjang dugaan pelanggaran yang mengejutkan. Tuntutan mereka berfokus pada tindakan Bupati Mamuju Tengah, yang diduga menggunakan hak pilih dua kali: di TPS 3 Desa Tobadak dan TPS 2 Desa Tumbu. Hal ini, menurut mereka, melanggar Pasal 178B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dengan ancaman pidana penjara 12 hingga 24 bulan serta denda maksimal Rp24 juta.
Pelanggaran dan Pembiaran di TPS
Massa juga menyoroti tindakan seorang kepala desa di Desa Tumbu yang diduga mendampingi bupati masuk ke bilik suara, pelanggaran terang-terangan Pasal 178G UU Pilkada. Selain itu, mereka mengungkap dugaan manipulasi dokumen C-KWK di sejumlah TPS di Kecamatan Budong-Budong.
Di TPS 3 Desa Pasapa, ditemukan perbedaan tanda tangan pada formulir C-Hasil-KWK untuk gubernur dan bupati, serta kasus KPPS yang tidak menandatangani dokumen tersebut. Pelanggaran ini, menurut massa, bertentangan dengan Pasal 178E ayat 2 Undang-Undang Pilkada.
“Kami melihat KPPS dan panwas di TPS 2 Desa Tumbu dan TPS 6 Desa Tobadak membiarkan pelanggaran terjadi, bahkan ada pemilih yang mencoblos lebih dari dua kali. Ini harus dihentikan!” teriak salah satu orator.
Komitmen Bawaslu untuk Menindaklanjuti
Di tengah panasnya suasana, Ketua Komisioner Bawaslu, Rahmat, menerima dokumen tuntutan dari perwakilan massa. Dalam pernyataannya, Rahmat berjanji akan menindaklanjuti laporan tersebut dalam waktu lima hari kerja.
“Kami akan menyelidiki dugaan pelanggaran yang disampaikan. Semua pihak yang terbukti melanggar aturan akan ditindak sesuai hukum yang berlaku,” ujar Rahmat, berusaha menenangkan massa.
Namun, bagi Andi Rahmat Massora dan rekan-rekannya, janji itu belum cukup. Mereka bersumpah akan terus mengawal proses ini hingga keadilan benar-benar ditegakkan.
“Kami tidak akan diam. Jika pejabat publik bisa melanggar hukum tanpa konsekuensi, maka demokrasi di Mamuju Tengah telah mati,” tegas Andi Rahmat sebelum massa mulai membubarkan diri dengan teratur.
Hari itu, semangat massa aliansi bergema di Topoyo, menjadi pengingat bahwa suara rakyat tetap menjadi elemen kunci dalam demokrasi, meski terkadang harus diperjuangkan dengan keras. (*)